Biasalah Sodara-sodara.
Lebaran Juni 2017 ini saya dan istri nggak mudik. Baik mudik ke Banjarmasin ato ke Banyuwangi. Seperti tahun-tahun sebelumnya, kami sudah memutuskan untuk tidak akan mudik saat Lebaran tiba.
Mengapa?
Selama hampir 22 tahun di Jakarta, saya mudik saat menjelang Lebaran terjadi pada 1997, 1998, 2000, 2001, 2003, 2004, 2006, 2009. Setelah itu mudik tapi nggak menjelang Lebaran. Artinya pulang kampungnya bisa dua kali tapi di bulan yang lain. Kami tahu betapa hebohnya mudik menjelang lebaran. Dari sulitnya cari tiket, desak-desakan di bis/kereta api, sampai susahnya pula perjalanan arus balik. Itu sebabnya bila Anda ingin mudik rileks, tenang, damai dan fun, maka pilihlah mudik di luar Lebaran. Lagian mana tahan orang 19 juta pemudik bergerak bersama di jalan yg itu-itu juga (Referensi, Budi K. Sumadi, Menhub). Sangat tidak layak, berbahaya, dan menyengsarakan. Kita bicara orang Jakarta yang mudik saja, prediksi total 4 juta saja dg asumsi mobil keluar pintu tol Cikarang 1.000.000 kendaraan x bapak, ibuk dengan 2 anak. Jadi 4 juta. Empat juta itu dibagi menjadi H-4, H-3, H-2, H-1, H, H+1, H+2, dan H+3. Anggap 8 hari. Berarti rata-rata harian jalan tol menanggung satu juta dibagi 8 = 125 ribu kendaraan x 4 anggota keluarga = 500 ribu jiwa per hari. Menurut Iskandar, 2011, untuk jalan tol standar jalan "enak" adalah 2.300 kendaraan per jam per jalur. Taruhlah 125 ribu dibagi 24 lalu dibagi 3, maka angkanya adalah 1.736 mobil per jam. Jadi bila anda masuk tol lalu padat dan cenderung berhenti, maka kapasitas tol Anda melebihi 2.300 kendaraan per jam. Kebayang dong, kalo berhentinya berjam-jam atau stop and go. Satu jam hanya bergerak 5 kilometer??? Enaknya dimana?
Karena kita nggak bisa bilang ke umat muslim agar jangan bergerak bersama di moment lebaran, maka satu-satunya jalan adalah nggak mudik menjelang lebaran. Bisa saya usulkan agar masuk tol pakai waktu, dengan pre-order dan dibatasi penggunaan jalan tol per jam. Untuk mereka yang tidak order dilarang masuk tol. Mungkin pembatasan itu akan efektip. Hayo ..pengelola jalan tol, BERANI NGGAK toll pake kuota?
Ah sudahlah, kita bicara yang enak-enak saja.
Awalnya nggak mudik itu menyiksa. Ada perasaan galau, durhaka, atau bersalah karena ada libur lebaran kok dianggurin? Tapi 3-4 tahun setelahnya, nggak mudik berasa mewah. Apalagi bila musim mudik habis, dan saatnya mudik sendiri dikala jam kerja normal. Orang asyik bekerja, kita syik mudik sendiri alias pake ILMU SELISIH.
ITU poto April 2017, dua bulan sebelum Lebaran 2017. Saya dan Istri mudik duluan ke Banjarmasin menghadiri ultah mamak yang ke 72. Seminggu di Banjrmasin ditambah 2 hari di Malang lalu balik ke Jakarta. Berasa perjalanan enak, longgar dan fun. Kami akan mengulangnya lagi untuk beberapa bulan lagi : liburan di luar libur bareng-bareng. Apa itu libur bareng-bareng? Yaitu libur Lebaran, Christmast, tanggal merah berenteng dan liburan anak sekolah.
Ini poto di Hotel Kedaton, Batu Malang. April 2017.
Poto di dalam Museum Transport, Batu Malang.
Lokasi di JatimPark 2, Batu Malang, April 2017.
Rumah Abah, Gatot Subroto, Banjarmasin, April 2017.
Di depan Kantor Waliokta Banjarbaru, Kalsel, April 2017.
Di tepi Sungai Martapura, Kota Banjarmasin, April 2017.
Bareng U-us (Radhiana Hastini) di halaman Masjid Raya Sabilal Muhtaddin, Banjarmasin.
Berinteraksi dg bayi bengaran Haji Gheysan-anak ading Nana, putri Paman Aswi.
Tanding Ceking, antara Usai dengan pramugari Garuda. Uhui.
Nyobai Terminal Ultimate 3 Bandara Sukarno-Hatta, Jakarta.
Selwie bareng Usai.
Kesahnya bejalanan. Kayak apa dengan pian?
Jadi sodara-sodara.
Melihat alasan-alasan diatas, pabila ulun kawa berlebaran di momen Lebaran. Jawabnya melihat perubahan yang terjadi. Apabila kondisi lalu lintas lebaran masih seperti sekarang sulit membuat saya bergerak mudik.
Lalu apa usulan agar negeri ini enak mudiknya, enak di jalan rayanya, enak travelingnya saat kapanpun. Maka biar gini-gini ada loh usulannya buat pemerintah.
Pertama. DIATUR KUOTA JALAN TOL. Tol Jakarta-Cikampek, harus dioperasikan secara terbatas dengan kuota. Siapa yang akan masuk jalan tol harus daftar terlebih dahulu jauh - jauh hari. Tidak daftar DITOLAK MASUK. Sehingga kuota hari-hari menjelang moment lebaran ato hari lain bisa teratur.
Kedua. Boleh ikut cara para bakul jamu, tukang bakso dan tukang bangunan asal Wonogiri. Mereka biasanya setiap tahun akan mudik seminggu-dua minggu Ramadhan, artinya dua minggu sebelum lebaran mereka sudah bergerak dan akan balik sebulan setelah Lebaran. Gurih banget kan? Kok bisa? Sifat pekerjaan mereka akan sepi masuk bulan ramadhan, tukang jamu akan sepi, tukang bakso hanya dagang malam. Apalagi tukang bangunan, ramadhan mana tahaaannn....???
Ketiga. Pemerintah harus mengatur ulang waktu libur Lebaran. Mengingat pentingnya 10 hari terakhir dan kepadatan Lebaran yang biasa (libur hanya seminggu pasca lebaran), maka pemerintah bisa meniadakan tanggal merah diwaktu lain tapi memasukkan atau menggandeng-rentengkan libur Lebaran menjadi libur 10 hari sebelum Lebaran dan 10 hari setelah Lebaran. Yang bisa iktikaf akan gembira dan yang akan arus balik nggak terburu-buru.
Keempat. Gak usah mudik seperti saya. Dan atur mudik di bulan lain yang longgar, namun kehilangan moment ketemu kawan-kawan di saat Lebaran.
Gimana dengan usul Anda?
Selalu setia
BalasHapus