NAMA DHANI banyak; Dani temen saya waktu di MDS. Jatinegara Plaza 2, dia seorang sekurity. Dani, masih temen saya, dia seorang pedagang baju dipasar Pal Cimanggis, sebelumnya dia satu kantor dengan saya di Gudang Matahari Cimanggis. Dani lagi, adalah seorang HRD Manager di penerbitan Al-Kautsar yang kini mencoba membuat penerbitan sendiri di Bogor (Abu Hanivah Publishing).
Mana Dhani yang saya maksud?
Tak lain dan tak bukan Dhani adalah nama keponakan saya, anak kakak kandung saya satu-satunya : Anis Ismulyaningsih. Saya biasa panggil kakak saya dengan sebutan Mbak Ning. Dia tinggal di Kabat, sebuah dusun kecil di kecamatan yang nggak top di Banyuwangi. Tapi dari Kabat pulalah Bapak, Ibuk, Mbak Ning dan saya lahir.
Mbak Ning menikah dengan Mas Mamiek, seorang drummer asal Waru-Sidoarjo, tahun....lupa saya, mungkin 1996, dua tahun menikah lahirlah Dhani. Yang memberi nama Dhani adalah ibu saya, lengkapnya Mardhani Muhammad Zikri Hidayatullah. Byuh-byuh abot tenan jenenge iki!!!
Dhani lahir 6 Maret 1998, satu bintang dengan saya, 17 Maret 1968. Hehehe....bintang Pisces kata zodiak. wallahu alam. Waktu kecil Dhani agak lama bisa berjalan, kakinya lemah untuk anak seusianya. Gendong.....ae, kerjaannya. Tahun 2001 akhir ampek Mei 2002 Dhani, Ibuk saya dan Mbak Ning, mengunjungi rumah kontrakan saya. Saya ngontrak di Perum Bukit Cengkeh 2, Blok E2 , Cimanggis Depok waktu itu. Namanya juga anak kecil, dikit-dikit nangis kerjaanya.
Pernah saya bawa pergi Solat Idul Adha di mesjid Al-Hikmah deket gerbang Bukit Cengkeh 2, eh belum juga kelar kutbah kedua, Dhani nangis mingsek-mingsek.
Kenapa? Kata saya. "Pulang, Om...."
Ssst.....ntar dikit lagi ya, biar gondok saya mencoba membujuk. Sebagai Om-nya, saya memang agak keras mendidik dia, termasuk membawa dia ke Mesjid.
Pernah waktu datang ke TMII, Dhani saya gemblok baik datang maupun pulang. Cos nggak punya truk waktu itu. Hehehe....Dhaninya malah ketiduran.
Nggak jelas tahunnya Mbak Ning pisahan dengan Mas Mamiek, mungkin 3-4 tahun yang lalu, sehingga saya punya kewajiban untuk lebih membimbing Dhani sebagai seorang anak kecil. Awal tahun 2010 saya punya inisiatip mau masukin Dhani ke Podok Pesantren Gontor. Kebetulan Dhani udah kelas 6 SD dan mau kelulusan. Mbak Ning setuju, akhirnya setelah EBTANAS, Dhani masuk Gontor di Ponorogo.
Setelah melewati masa pendahuluan (tinggal di Gontor 2 bulan) Dhani mengikuti seleksi penerimaan santri baru, dan Alhamdulillah dia lulus dan ditempatkan di Ponpes Gontor 5 Desa Kaligung Rogojampi, Banyuwangi, sekitar 30 menit perjalanan dari Kabat. sebelumnya Mbak Ning ngeluh mulu berpisah dengan anaknya. Mbak Ning di Banyuwangi, Dhani di Ponorogo.
Pilihan Gontor banyak yang nentang, terutama para tetangga Mbak Ning di Kabat. Ate dadi opo? Begitu kira-kira. Tentangan datang dari Mbak Sri (anak Bu Dhe) yang mencoba memberi tahu Mbak Ning: sekolah kok pesantren???
Tapi saya meneguhkan Mbak Ning tentang keinginan Ibu, juga keinginan saya agar anak kecil-kecil sejak dini belajar agomo. Saya nggak punya anak, sodara, jadi bisanya memprovokasi anak saudara. hehehe.... Untung Mbak Ning nurut aja keinginan adiknya yang mau nyekolahin Dhani ke Gontor.
Dhani sendiri, menurut Mbak Ning, rodok abot berpisah dengan ibunya, tapi kata saya, mondok ya harus ngikutin peraturan pondok, nginep siang-malam bareng temen2 pondok, berpisah dengan ibu. Kabarnya Dhani sempat nangis awal-awalnya. Bagus Le.....bagus nangis sekarang daripada engko kowe nangis ning alam kubur. Coba....
Minggu malam, 20 Desember 2010 Mbak Ning nelpon saya sambil nangis: Dhani jatuh di kamar mandi.
"Dimana?" tanya saya.
"Di Pondok."
"Ya udah. Nggak usah nangis. Datangi aja. Dan jangan lupa banyak baca zikir di bis...", saran saya berusaha menenangkan hati Mbak Ning. Saya tahu semua wanita merespon musibah kecil begini dengan tangisan. Sedang sebagian besar laki2 menganggap beginian sebagai hal kecil.
Senin paginya saya telpon Mbak Ning. "Gimana"
"Alhamdulillah agak baikan, setelah diurut ke dukun pijet", kata Mbak Ning.
Ya Rabb.....ikhlaskan hati Mbak Ning, menemani hari-hari sulit Dhani dalam berjihad di jalan-Mu dengan belajar mencari ilmu untuk bekal dia dunia-akherat. Teguhkanlah hati Dhani untuk ikhlas dengan jalan takdir-Mu sehingga kelak dia iklhas pula mendoakan saya, Om-nya, tantenya, Ibunya ketika kami semua sudah ada dialam kubur.
Ya Rabb.....Dhani adalah generasi terakhir dan satu-satunya yang mengalir darah trah Samiari dan Sayu Sumaiyah. Jadikan kesulitan dirinya menjadi rambu di kehidupannya mendatang, Jadikan Gontor lautan ilmu baginya, yang bersama santri-santri lain berlatih, membiasakan diri beribadah dengan tuntunan kasih-sayang pengasuhnya, dan jadikan semua usaha kami berujung kebaikan pada akhirnya. Amin.
assalamualaikum wr.wb.
BalasHapuskemana aja pa?...enggak nyaka jadi puitis begini...tinggal dimana sekarang yah...dah lama engga ketemu...alhamdulliah inilah jalan silaturahim kita bosss.....kabari saya di rusdiakh.deca@gmail.com...atau tlp saya di 021-97304290.
saya tunggu pa...
wassalam.......
Senang rasanya bisa berkunjung ke website anda" mudah-mudahan
BalasHapusinfonya bermanfaat Terimakasih sudah berbagi