Langsung ke konten utama

Kontributor Kultum



Bismillahirarahmanirrahim,

Hanya Dia yang menggerakkan ujung jari ini menulis hurup demi hurup untuk dibagikan ke tengah sidang pembaca yang budiman. Allah juga tujuan saya menghimpun dan merekap detik demi detik ketegangan saya di beberapa hari ini agar kelak bila anak-cucu saya membaca tulisan saya ini, ia turut "tegang" seperti yang dialami datuknya. Subahannallah.

Pembaca yang budiman,
Beberapa hari ini saya tegang bukan kepayang. Tidur tidak lelap, makan terburu-buru dan napas terengah-engah. Apa pasal gerangan? Tak lain dan tak bukan adalah nama saya masuk dalam daftar kontributor menjadi pemberi materi ceramah kultum (kuliah tujuh menit) di mesjid Muqarrabin, mesjid komplek dimana saya tinggal. bagi sebagian orang hal itu biasa, namun bagi pemilik nama Slamet Ismulyanto itu sangat luar biasa. Mengingat dia akan memberi kontribusi kultum dihadapan para solihin, tempat berkumpul orang saleh. Itu tak pernah terjadi sebelumnya, seumur hidupnya. Hanya Allah yang memberi kesempatan "corong" itu padanya setelah terakhir kali "corong" itu ia pegang diusia sebelas atau 12 tahunan.

Sekedar mereview saja, Slamet pernah berjaya di lomba tilawah Quran tingkat SD se kecamatan Pesanggaran-Banyuwangi tahun 1981. Untuk prestasinya itu, Slamet diminta membaca tilawah Quran di Pemilu 1982 oleh salah satu parpol waktu itu dihadapan ribuan peserta kampanye. Sebelum-sebelumnya malah ia dikala usia 8-10 tahun menjadi muadzin "cilik" di "Langgar Tengah" Jalan Manggar Sukrejo Blitar. Dan kadang-kadang jadi muadzin tanpa speaker di langgar Mas Madun masih di jalan Manggar. Waktu itu saya tinggal di komplek markas Kompi Ban Jalan Tanjung Sukorejo Blitar.

Dulu waktu masih remaja ada cerita indah waktu ngaji di Langgar Tengah, saya datang ke langgar sekitar jam 16.30 wib, lalu bergegas ke ruang amplifier untuk satu tujuan: nyembunyiin microphone, biar nggak keduluan teman. (Jahat bener, dulu ya? Astagfirullah). Lalu pas bedug ditabuh, saya juga yg nabuh lalu saya juga yang adzan. Bangga bener dulu kalo bisa melalui proses itu (nyembuyiin mic, mukul bedug sendiri dan adzan sendiri). Mau soleh sendiri, apa, astagfirullah!!!

Abis magrib, kami anak markas (Mbak Utami, Mbak Rin, Mbak Ning, Widodo, Hari, Anes dan saya) bergabung dengan anak-anak sekitar langgar mulai nderes Quran dibawah supervisi Kang Marji ato Mas Baweh, kadang-kadang Mas Arief. Tiap hari materi pelajaran berganti Tauhid, Tajwid dan Fiqih lalu nderes Quran. Saya juga ikut silat Tapak Suci tiap rabu malam. Namun sayangnya, saya nggak gabung di samroh-an atau nazid versi anak sekarang. Padahal hati saya hingga kini "tergetar" manakala mendengar bunyi bedug ditabung mengiringi setiap alunan puji-pujian dalam nasyid itu.

Kembali ke soal nyembunyiin mic, saking senengnya nyembunyiin mic, kadang ziper juga kalo Kang Marji ikut2 marah nyari, gara-garanya ada bilal "asli" mau adzan. Dengan berdebaran, akhirnya saya serahkan juga mic tadi padanya. Namun gara-gara latihan adzan di langgar tengah itu, saat di SD Sukorejo I Blitar diadain Lomba Adzan; saya juara 2, juara 1-nya Bisri Mustafa (adik Mas Baweh) temen sebangku saya.

Berbeda di Langgar Kulon (langgar Mas Madun), waktu itu tidak punya mic. Jadi kalo mau adzan, kentongan dipukul, bedug ditabuh, trus lari ke depan jendela menghadap ke barat lalu adzan sekeras-kerasnya. Lha wong nggak ada, mic!!!

Begitu kami pindah ke Pesanggaran Banyuwangi ikut Bapak pindah tahun 1981, praktis "kegemaran" saya nyembunyiin mic dan adzan dengan gagah berani sirna. Oleh karena masjid di Siliragung Pesanggaran tidak ada anak kecil boleh adzan. Kata orang suara saya bagus bila mengumandangkan adzan. Itu betul, karena tiap lihat TV mengumandangkan adzan, saya ikuti hingga napasnya sama dengan yg di TV. lagian suara anak-anak kan memang bening pol. Coba sekarang, pasti butek pol. Hehehehe...


Tragisnya, saya belajar Islam juga berhenti di kelas 6 SD. Sehingga sejak itu sampek dewasa umur 35-an praktis belajar Islam serabutan. Baru setelah itu kembali menemukan giroh untuk belajar memperdalam agama liwat buku, taklim, kumpul ama habib, solihin dan silaturahmi ke zikir-zikir akbar. Umur 38 tahun di 2006 saya bersama istri hampir-hampir sapu bersih 10 hari iktikap di mesjid. Itu kami ulangi di 2009 dan 2010 ini. Hasilnya sungguh luar biasa untuk ukuran perjalanan rohani saya. Saya makin takut Allah, makin semangat memakmurkan masjid dan efek sampingnya saya makin rajin berjamaah solat Isya dan Subuh dalam segala susanana, kering, hujan, guntur atao dingin pol.

Itulah sebabnya, begitu saya solat subuh di Muqarrabin, Mas Supri menjulungi saya lembaran jadwal kultum dan ada nama saya di tipe-ex hijau ; H. Slamet. Hah? Nggak salah orang nih Mas Pri?

Nah, begitulah sidang pembaca yang budiman. Saya kalang kabut menyiapkan materi kultum, maka jadwal saya seminggu lagi. Hadoh-hadoh!

Para kontributor kultum yang saya tahu, diantaranya : Pak Agus Suhendar (mantan Ketua DKM) bagus referensi kultumnya, terus Pak Daryono (Ketua DKM) sangat dialektip-reflektip. Pak Dody Wahab punya tema-tema sosial yang imajinatip, terus Pak Arifin Laisa (sekretaris RW) yang menggugah, Pak Ilyas Rafi dengan gaya jenaka. Nah lalu saya mau pake gaya apa?

Secara background, saya seorang generalis, penyuka kehidupan. Gaul dengan tukang sayur, ojek, tukang bangunan, tukang sampah, tukang bakso dll. Lalu bidang minat saya tidak spesifik, tapi meluas. Walah. Yok opo iki, Rek.....

Saya tengah menyiapkan skenario kultum itu dalam selembar teks yang memuat garis besar isi ceramah. Ben gak ngaco, kemana-mana. Terus temanya apa ya? Terpikir mau kasih tema tentang pentingnya jamaah mengelola air yang liwat di hadapannya, ato fungsi tanaman di depan rumah,ato peringkat iman dimata Allah. Wuih, gak ada yang meyakinkan. hehehe...

Saya berkeyakinan, tugas kontributor kultum seperti pramusaji restoran, customer service, atau sales bagi firman Allah dan Sunah Rasulnya. Materi ada dimana-mana, tinggal pungut, olah, masak, dan sajikan di meja jamaah. Beres. Saya tidak punya target bahwa kultum saya harus memukau hadirin apalagi memikat jamaah. Sama sekali tidak. Itu niat yang salah. Saya berniat, menyajikan dengan ikhlas, selama 7 - 10 menit dan seperti sedang berbicara di depan Allah. Karena memang kita tengah bicara di rumah Allah.

Yang saya catat, jamaah subuh ada 3 shaf (kira2, 50 orang, dengan peserta aktip - sampai akhir kultum-20 orang). Rata-rata berumur 50-60 tahun, orang komplek 50%, sisanya sekitar komplek. Dan gaya mendengarkan jamaah setengah merem alias terpejam, menahan kantuk. Jadi kalo temanya nggak meledak, mata mereka makin merem.

Duhai Allah, permudah urusanku dengan jamaahMu, pilihkan tema yang berguna buat mereka dan lancar buatku, jaga niatku semata-mata untuk meraih level iman pada-Mu, bukan niat ujub, sok pinter, paling tau agama, apalagi pamer kesolehan.

Duhai Allah, sekiranya Engkau berkehendak, jadikan peran kontributor kultum sebagai jalan bagiku untuk belajar memperdalam sebagian firman-Mu, jalan bagiku untuk menjaga silaturahmi dengan mereka, menjadi bagian dari mereka, dan jadikan setiap ucapan terilhami Quran sebagai peta kehidupan dari-Mu.

Duhai Allah, jagalah lidahku untuk tidak riya, tidak menyinggung, tidak memecah-belah. Tapi jadikan setiap ucapanku menjadi obat penawar hati jamaah di kala dahaga, ato kesejukan dikala mereka kepanasan di tengah kepungan diskusi yang tak berkesudahan. Hasbunallah wa ni'mal wakil, nikmal maula wa ni'ma nasyir....

Doain saya, ya pembaca yang budiman, mudahan lancar persiapan saya jadi kontributor kultum.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

ENGGAK MUDIK (LAGI) DI 2017

Biasalah Sodara-sodara.   Lebaran Juni 2017 ini saya dan istri nggak mudik.  Baik mudik ke Banjarmasin ato ke Banyuwangi. Seperti tahun-tahun sebelumnya, kami sudah memutuskan untuk tidak akan mudik saat Lebaran tiba.  Mengapa? Selama hampir 22 tahun di Jakarta, saya mudik saat menjelang Lebaran terjadi pada 1997, 1998, 2000, 2001, 2003, 2004, 2006, 2009.  Setelah itu mudik tapi nggak menjelang Lebaran.  Artinya pulang kampungnya bisa dua kali tapi di bulan yang lain.  Kami tahu betapa hebohnya mudik menjelang lebaran.  Dari sulitnya cari tiket, desak-desakan di bis/kereta api, sampai susahnya pula perjalanan arus balik.  Itu sebabnya bila Anda ingin mudik rileks, tenang, damai dan fun, maka pilihlah mudik di luar Lebaran.  Lagian mana tahan orang 19 juta pemudik bergerak bersama di jalan yg itu-itu juga (Referensi, Budi K. Sumadi, Menhub).  Sangat tidak layak, berbahaya, dan menyengsarakan.  Kita bicara orang Jakarta yang mudik saja, prediksi total 4 juta saja dg asumsi mo

MENSIKAPI DATANGNYA MASA TUA

Setelah solat subuh di Mejid Al-Muqarrabin, pagi ini, 3 Muharam 1432 H atau 9 Desember 2010, saya buru-buru pulang. Apa pasal? Saya pengen buru-buru nulis di blog ini mumpung ingatan saya tentang materi kultum yang saya bawakan masih anget bin kebul-kebul. Heee..... Begitulah Pembaca Yang Budiman, saya barusan share pengetahuan dengan ngasih kultum di mesjid kali ketiga atau dalam 3 bulan terakhir ini. Seperti biasa materi saya kumpulin dari internet, Quran, beberapa hadist dan beberapa riwayat. Kebiasaan juga masih, saya mempersiapkannya jam 21.00 ampek 23.30 wib, terus siapin hape dengan irama alarm, biar nggak kelewat. Bahaya, kan? Inilah kira-kira isi ceramah itu: Assalamuaalaikum warrah matullahi wabaraktuh. إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِهَدُ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ ،َأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ

LAKI-LAKI MENANGIS

DIANTARA karunia dan nikmat Allah bagi umat ini adalah Dia (Allah) mengutus Nabi Muhammad kepada kita. Dengan diutusnya Muhammad Rosulullah, Allah menjadikan mata yang buta menjadi terbuka, membuat telinga yang tuli menjadi mendengar, dan membuka kalbu yang terkunci mati. Diutusnya Rasulullah, Allah menunjuki orang yang sesat, memuliakan orang yang hina, menguatkan orang yang lemah dan menyatukan orang serta kelompok setelah mereka bercerai-berai. Selasa 5 Juli 2011 bila anda nonton TV-One live ada menanyangkan pemakaman KH. Zainuddin MZ. Kamera sempat menyorot dua tokoh nasional H.Rhoma Irama dan KH. Nur Iskandar SQ keduanya tampak menangis. Mengapa mereka menangis? Pernahkah anda menangis oleh karena melihat orang meninggal dunia? Ataukah kita baru mengingat pada kematian? Ad-Daqqa berkata : "Barangsiapa yang sering ingat kematian, ia akan dimuliakan dengan 3 hal, yakni : lekas bertobat, hati yang qanaah (menerima apa adanya ketentuan Allah), dan semangat dalam beribadah. &q